Assassin’s Creed : Ketika Politik dan Kontroversi Menghentikan Sebuah Visi Ambisius
completemanpodcast.com – Sebuah laporan baru mengungkapkan bahwa Ubisoft sempat mengembangkan proyek ambisius dalam seri Assassin’s Creed yang berlatar Amerika Serikat pasca-Perang Saudara, dengan tokoh utama seorang mantan budak kulit hitam yang bergabung dengan ordo Assassin. Sayangnya, game ini dibatalkan pada tahun 2024 karena dianggap “terlalu politis di negara yang terlalu tidak stabil.”
Keputusan tersebut datang di tengah meningkatnya ketegangan politik di Amerika Serikat, serta kontroversi seputar game Assassin’s Creed Shadows, yang menampilkan karakter Yasuke, samurai kulit hitam pertama dalam sejarah franchise tersebut.
Proyek Assassin’s Creed yang Berani dan Tak Pernah Dirilis
Menurut laporan dari Game File, Ubisoft sempat memberikan lampu hijau awal untuk proyek Assassin’s Creed baru yang berlatar di masa Perang Saudara Amerika (1861–1865). Proyek tersebut kabarnya telah memasuki fase konsep, sebuah tahap awal di mana tim pengembang mulai merancang ide, latar, dan karakter utama.
Game ini digadang-gadang akan mengangkat kisah seorang pria kulit hitam, mantan budak, yang setelah kemerdekaan bergabung dengan ordo Assassin untuk melawan kekuatan tirani baru, termasuk kelompok rasis seperti Ku Klux Klan.
Konsepnya dipuji oleh sebagian pengembang internal karena menghadirkan narasi sejarah yang berani, serta potensi gameplay stealth dan pertempuran khas Assassin’s Creed di era penuh konflik moral dan sosial tersebut.
Namun, tidak lama setelah proyek ini dimulai, muncul kekhawatiran dari pimpinan Ubisoft bahwa tema yang diangkat bisa menimbulkan kontroversi besar di Amerika Serikat, terutama di tengah suasana politik yang memanas.
Latar Politik yang Sensitif dan Pengaruh Assassin’s Creed Shadows
Tahun 2024 menjadi periode yang sarat dengan ketegangan sosial dan politik di Amerika Serikat. Salah satu momen yang memperburuk situasi adalah upaya pembunuhan terhadap calon presiden Donald Trump pada 13 Juli 2024, yang meningkatkan sensitivitas terhadap isu politik, ras, dan kekerasan.
Menurut sumber dalam laporan Game File, keputusan untuk menghentikan pengembangan Assassin’s Creed Civil War diambil tidak lama setelah peristiwa tersebut. Ubisoft menilai proyek ini bisa dianggap terlalu sensitif atau memicu reaksi keras dari berbagai kelompok politik dan masyarakat.
Selain itu, reaksi publik terhadap Assassin’s Creed Shadows, game yang menampilkan Yasuke sebagai protagonis samurai kulit hitam di Jepang feodal, juga ikut memengaruhi keputusan itu. Meskipun banyak gamer menyambut baik representasi karakter beragam, tidak sedikit pula yang menuduh Ubisoft “memaksakan agenda politik dan rasial.”
Seorang pengembang yang diwawancarai menyebutkan:
“Game Civil War sudah disetujui secara konsep, tapi situasi sosial dan reaksi keras terhadap Shadows membuat pimpinan memutuskan untuk menghentikan semuanya. Mereka tidak ingin dua game berturut-turut menimbulkan perdebatan politik.”
“Terlalu Politis di Negara yang Terlalu Tidak Stabil”
Salah satu kutipan paling menonjol dalam laporan tersebut berasal dari seorang mantan pengembang Ubisoft yang menyatakan:
“Judul ini dianggap terlalu politis di negara yang terlalu tidak stabil, singkatnya.”
Ungkapan itu menggambarkan ketakutan internal Ubisoft bahwa game tersebut akan menjadi bahan bakar perdebatan politik di AS, terutama terkait isu ras, diskriminasi, dan sejarah perbudakan.
Beberapa karyawan bahkan menilai keputusan itu mencerminkan kecenderungan Ubisoft untuk bermain aman dan menghindari risiko kreatif.
“Saya sangat kecewa tetapi tidak terkejut dengan kepemimpinan mereka. Mereka terus membuat keputusan yang mempertahankan status quo dan enggan mengambil sikap,” ujar seorang pengembang yang dikutip dalam laporan tersebut.
Keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang arah kreatif Ubisoft — apakah mereka masih berani menghadirkan cerita-cerita historis yang relevan dan berani, atau justru mulai menurunkan intensitas naratif demi menghindari kontroversi.
Tema Sosial yang Terlalu Berani untuk Pasar Global
Salah satu daya tarik utama Assassin’s Creed Civil War yang direncanakan adalah keberaniannya mengangkat isu rasial dan sejarah kelam Amerika, sesuatu yang jarang disentuh secara mendalam oleh industri game mainstream.
Game ini kabarnya ingin menyoroti dampak sosial dari perang saudara, perjuangan kaum kulit hitam setelah pembebasan, serta peran mereka dalam membentuk tatanan baru Amerika. Namun, tema semacam ini memiliki risiko besar di pasar global, terutama di Amerika Serikat yang masih menghadapi polarisasi politik dan isu rasisme sistemik.
Ubisoft, sebagai penerbit multinasional dengan basis kuat di Eropa dan Amerika Utara, tampaknya menilai bahwa potensi backlash publik lebih besar dibandingkan keuntungan kreatif atau finansial yang bisa diperoleh dari proyek tersebut.
Ubisoft dan Hubungan Rumit dengan Politik
Meski Ubisoft sering menegaskan bahwa game mereka “tidak politis”, banyak proyek besar dari perusahaan ini justru sarat dengan pesan sosial dan historis.
Franchise seperti Assassin’s Creed, Far Cry, hingga Tom Clancy’s The Division kerap menyinggung tema revolusi, ketimpangan sosial, dan konflik kekuasaan. Namun, setiap kali muncul kritik atau interpretasi politik, Ubisoft biasanya mengambil langkah defensif dengan menyebut game mereka “netral secara politik.”
Sikap ini tampaknya kembali terlihat dalam kasus pembatalan Assassin’s Creed Civil War. Di satu sisi, proyek tersebut bisa menjadi salah satu game dengan narasi paling kuat dan berani dalam sejarah Ubisoft. Tapi di sisi lain, perusahaan memilih menghindar dari risiko reputasi dan kontroversi yang mungkin muncul.
Dampak terhadap Tim Pengembang dan Arah Seri Assassin’s Creed
Bagi tim kreatif di dalam Ubisoft, keputusan pembatalan ini menjadi pukulan moral yang besar. Sejumlah sumber menyebutkan bahwa proyek ini sempat membangkitkan semangat baru di kalangan pengembang karena menawarkan pendekatan naratif yang lebih manusiawi dan emosional dibanding seri sebelumnya.
Namun, ketika proyek dibatalkan begitu saja, banyak yang merasa kecewa dan kehilangan arah. Salah satu mantan pengembang menyebut bahwa “keputusan seperti ini membunuh semangat bereksperimen dan keberanian kreatif di studio.”
Di sisi lain, pembatalan proyek ini juga menunjukkan bahwa Ubisoft kini lebih memilih jalur aman dan komersial. Setelah Assassin’s Creed Mirage yang kembali ke akar stealth klasik, dan Assassin’s Creed Shadows yang memperluas dunia Jepang feodal, tampaknya perusahaan ingin menjaga stabilitas merek tanpa menimbulkan kontroversi tambahan.
Apakah Assassin’s Creed Masih Berani Menyentuh Isu Sosial?
Sejak awal, seri Assassin’s Creed selalu dikenal sebagai game yang menyatukan sejarah dan fiksi politik, menghadirkan konflik antara kebebasan dan kekuasaan dalam berbagai era dunia nyata. Dari revolusi Prancis hingga perang salib, setiap game membawa pesan moral yang kuat.
Namun, pembatalan proyek Assassin’s Creed Civil War menandakan perubahan arah besar. Jika dulu Ubisoft berani menyinggung kekuasaan dan korupsi politik, kini perusahaan tampaknya lebih berhati-hati — terutama saat berhadapan dengan topik ras dan politik kontemporer.
Hal ini memunculkan pertanyaan di kalangan penggemar: apakah seri Assassin’s Creed masih akan berani mengangkat isu sosial penting di masa depan, ataukah akan terus bergerak menuju arah yang lebih aman dan netral demi pasar global?
Masa Depan Franchise Assassin’s Creed di Tengah Iklim Politik Dunia
Pembatalan Assassin’s Creed Civil War bukan hanya mencerminkan kondisi internal Ubisoft, tetapi juga menggambarkan tantangan besar industri game dalam menavigasi isu politik, representasi, dan sejarah.
Dalam era di mana pemain semakin sadar akan konteks sosial dari cerita yang mereka mainkan, developer dituntut untuk lebih bertanggung jawab — namun juga dihadapkan pada risiko tekanan politik dan ekonomi.
Ubisoft kini berada di persimpangan antara inovasi kreatif dan keamanan komersial. Keputusan yang mereka ambil terhadap proyek-proyek mendatang akan menentukan arah masa depan Assassin’s Creed — apakah tetap menjadi seri berani dengan narasi historis mendalam, atau sekadar permainan aksi dengan nilai komersial tinggi namun tanpa keberanian moral yang dulu menjadi ciri khasnya.
